Categories: Travel

Belajar Menenun di Desa Sasak Sade Lombok Tengah

Desa Sade, salah satu desa di Lombok yang masih menjaga keutuhan budaya yang diwariskan leluhur mereka. Hal tersebut erlihat dari bentuk bangunan, tradisi, gaya berpakaian, hingga kesenian dan kerajinan. Menurut sejarah, desa ini sudah ada sejak 600 tahun yang lalu.

Desa yang terletak di Rembitan, kecamatan Pujut, Lombok Tengah ini merupakan salah satu destinasi populer di Lombok. Jika kita dari bandara Praya hendak menuju ke pantai Kuta Mandalika, pasti kita melewati desa ini dan juga desa Ende.

Pelafalan ‘e’ pada kata Sade & Ende dilafalkan seperti ketika kita mengucap kata ‘delima’, bukan ‘e’ seperti pada kata ‘dewa’. Jadi, Desa Ende di Lombok, pengucapannya berbeda dengan Ende yang ada di NTT.

Nah, setelah berkunjung ke desa Ende (tulisan ada di artikel sebelumnya), perjalanan kami lanjutkan menuju ke desa adat Sasak Sade yang tidak jauh letaknya. Perjalanan kami tempuh kurang dari 10 menit. Awalnya kondisi jalan aspal mulus, sesaat sebelum sampai ke desa Sade kami harus berjalan melalui jalanan yang sedang diperbaiki dan diperlebar sekitar sepanjang 1 km.

Desa Sade berada di sebelah kiri jalan, sedangkan lokasi parkir berada di seberangnya. Sama seperti di desa Ende, begitu kami memarkirkan motor, salah seorang pemandu lokal langsung mendatangi kami. Dia adalah warga dari desa ini, Mas Ono namanya. Kemudian kami diajak masuk ke desa yang terdiri dari rumah tersebut.

Sambil berjalan, Mas Ono memberi penjelasan mengenai suku Sasak di desa ini. Meskipun ada beberapa perbedaan antar suku Sasak satu dengan yang lain, budaya di sini tidak begitu berbeda dengan desa Ende seperti yang sudah saya tuliskan di artikel sebelumnya.

Hal-hal tersebut meliputi tradisi pernikahan dengan metode ‘kawin culik’, seni tari Peresean, hingga tentang kotoran ternak yang dijadikan ‘semen’ untuk melapisi lantai  tanah.

Rumah-rumah adat di Desa Sade, Lombok Tengah

Desa yang terdiri dari sekitar 150 rumah ini terlihat sangat padat karena hampir tiap rumah menjajakan aneka kerajinan khas buatan mereka sendiri. Di area depan rumah mereka manfaatkan untuk membuka lapak dagangan. Ditambah dengan padatnya pengunjung, kita nggak bisa jalan-jalan santai di sini.

Dalam tour desa kali ini, kami disempatkan mampir di salah satu kios yang menjual  kain tenun. Kami diperlihatkan secara langsung proses menenun kain-kain yang dijual tersebut. Bahkan kami juga dipersilahkan untuk mencoba alatnya!

Related Post

Dan ternyata, benang yang digunakan untuk menenun mereka pintal sendiri loh.

Oh iya, di dalam budaya Suku Sasak, yang diperbolehkan menenun hanya kaum wanita, sedangkan kaum lelaki tidak diperbolehkan menenun. “Jadi, dalam budaya suku Sasak ini, perempuan harus bisa menenun. Dan itu menjadi syarat bagi wanita untuk diperbolehkan menikah,” kata mas Ono kepada kami.

Bagi suku Sasak, menenun sudah menjadi identitas kaum perempuan. Bahkan mereka sudah diajarkan menenun sejak kecil. Katanya, kalau perempuan tidak bisa menenun berarti dia bukan perempuan. Nah lo!

Belajar menenun langsung dari ibu penenun di Desa Sade. Rina nampak kebingungan menggunakan alat tersebut meskipun sudah diarahkan. Memang rumit sih! Baru dapat satu sulaman benang, dia pun menyerah. Hahaa..

Proses menenun satu lembar kain bisa memakan waktu berbulan-bulan bahkan tahunan. Paling cepat sih bisa selesai dalam waktu satu bulan. Nggak heran kalau harga kain tenun asli Indonesia ini harganya mahal.

Kalau kamu main ke desa Sade dan kamu perempuan, wajib deh mencoba untuk menenun. Kamu akan merasakan sensasi betapa rumitnya anyaman benang, gulungan-gulungannya di kayu, dan proses menghentakkan kayu untuk menjadikannya anyaman.

Setelah mencoba alat tenun, perjalanan kami lanjutkan menuju masjid yang berada di dalam desa ini. Dari masjid kami melanjutkan berjalan ke arah luar dan tour singkat ini pun selesai.

Di area luar terdapat banyak lapak yang menjual berbagai kerajinan produk dari desa Sade. Sangat berbeda dengan desa Ende yang begitu tenang. Di desa Sade ini lebih terlihat sebagai tempat komersil.

Kami sempatkan berfoto-foto di gerbang utama desa Sade. Lalu kami berpamitan dan melanjutkan perjalanan kami menuju pantai Kuta Mandalika yang hanya membutuhkan waktu berkendara 15 menit ke arah selatan.

Lokasi Desa Sasak Sade Lombok

Nasir Udin

Hai, saya Nasir, seorang freelance designer yang suka jalan-jalan. Dengan bekerja secara independen di beberapa design marketplace, membuat saya bisa membawa pekerjaan kemanapun saya pergi.

Share
Published by
  • Recent Posts

    Jalan Bareng Envato ke Borobudur & Ullen Sentalu di Acara Worldwide Conference

    Awal Desember 2019 kemarin, Envato — salah satu design marketplace asal Australia, mengadakan sebuah workshop…

    4 years ago

    Ngopi Bareng Keluarga Kusmajadi Yang Lagi Travelling Keliling Indonesia

    Unlocking Indonesia’s Treasure, sebuah tagline melekat di badan campervan yang sedang parkir di depan Warunk…

    5 years ago

    Menikmati Open Trip ke Bromo Seharga 250 Ribuan

    Di cerita sebelumnya, saya telah memutuskan untuk berangkat ke Bromo dengan cara ikut open trip.…

    5 years ago

    Main ke Museum Angkut, Jatim Park 2, dan Goa Pinus

    Hari pertama di Malang, saya mulai menyusun itinerary untuk perjalan hari-hari selanjutnya. Untuk tujuan utama,…

    5 years ago

    Touring Bali – Malang dengan Sepeda Motor

    Perjalanan kali ini akan terasa panjang. Biasanya, perjalanan antar propinsi/pulau saya tempuh lewat jalur udara.…

    5 years ago

    Selain Nonton Asian Games, Mau Ke Mana Aja Selama di Palembang?

    Sebagai salah satu penyelenggara Asian Games 2018, Palembang tentunya akan menjadi tujuan wisata para travelers.…

    6 years ago