Awal Desember 2019 kemarin, Envato — salah satu design marketplace asal Australia, mengadakan sebuah workshop bertajuk Worldwide Conference.
Saya dan istri sempat main ke Bandung dan mudik dulu ke Semarang selama beberapa hari sebelum datang ke acara yang diselenggarakan di Jogja ini. Kami berangkat ke Jogja H-1 menyusuri jalan kenangan Semarang-Jogja. Yes, jalan kenangan karena dulu saya sering bolak balik Semarang-Jogja ?
Worldwide Conference, merupakan rangkaian tur dari tim Envato di beberapa negara di Asia. Di Indonesia, event ini diadakan di Sambi Resort Kaliurang, Yogyakarta, selama 3 hari. Dengan peserta sekitar 150-an orang, acara ini juga menjadi ajang meetup para pelaku kreatif dari seluruh Indonesia.
Di acara ini saya bertemu dengan youtuber desain, ada juga para pembuat WordPress theme, termasuk juga seorang di balik Kontenesia — si pembuat konten untuk berbagai macam brand-brand besar di Indonesia, banyak juga para desainer font, illustrator, dan sebagainya. Malam hari sebelum acara pun, telah terjadi unofficial meetup di sebuah warkop di seputaran Malioboro.
Sambi Resort, Kaliurang
Hari Jumat pagi saya berangkat dari daerah Nologaten menuju Kaliurang. Sesampainya di Sambi Resort ternyata sudah banyak banget yang nongkrong santai di lobby. Setelah registrasi saya pun ikut nimbrung dengan mereka dan sempat kenalan dengan staf-staf Envato.
Setelah salat Jumat, lima staf Envato dan dua desainer lokal ngasih presentasi yang ringkasannya ada di blog official mereka.
Candi Borobudur
Salah satu agenda dalam event ini adalah jalan-jalan ke Borobudur di hari ke-dua. Nah, mumpung jalan bareng bule, ngikut aja dah saya sama mereka. Dari beberapa kali saya main ke Borobudur, baru kali ini tour keliling candi ditemani oleh tour guide. Kan lumayan bisa dapat cerita sejarah langsung dari si bapak tour guide, meski dalam bahasa Inggris.
Candi Borobudur ini merupakan candi Budha terbesar di dunia yang terletak di Magelang. Dibangun pada masa kejayaan wangsa Syailendra di tahun 800-an masehi, dengan masa pengerjaan selama tiga generasi yang memakan waktu hampir 100 tahun.
Relief candi adalah update statusnya orang-orang tempo dulu.
Sepulang dari Borobudur, kami sempat rafting di sungai Elo. Mainan air dengan jalur sepanjang 12,5 km bikin kami basah. Oops!
Museum Ullen Sentalu
Saya selalu senang main ke museum, lebih tepatnya museum yang dikelola oleh swasta/pribadi. Selain banyak inspirasi dan referensi visual, museum-museum kelolaan swasta mampu memberi sajian entertain yang berkelas. Dan kedatangan saya di Ullen Sentalu ini merupakan kali yang ke-tiga, dan saya belum pernah bosan.
Baca juga: Berburu Inspirasi dari Sang Maestro di Museum Affandi
Di tengah hawa sejuk kaki gunung Merapi, berbagai macam benda koleksi yang berhubungan dengan Keraton Jogja-Solo tersimpan rapi. Begitu sampai di halaman depan museum, kita akan disambut oleh heningnya suasana pegunungan dan sebuah bangunan eksentrik bergaya post-modern. Begitu memasuki area lobby, barulah kita merasakan gaya arsitektur post-modern tersebut berpadu dengan nuansa Jawa.
Yup, museum ini merupakan museum seni dan budaya Jawa. Mulai dari benda-benda bersejarah seperti gamelan yang dipakai untuk mengiringi Gusti Nurul menari Tari Srimpi Sari Tunggal di Amsterdam pada tahun 1937, hingga benda-benda yang menurut saya tidak penting, seperti: koleksi puisi roman picisan putri-putri keraton yang isinya kegalauan gadis remaja. Haha.
Namun di situlah letak menariknya museum ini, tiap benda punya ceritanya masing-masing yang dibawakan secara apik oleh tour guide museum. Tak jarang juga si mbak tour guide pintar melawak.
Gamelan bersejarah yang ada di museum ini, dulu pernah digunakan untuk mengiringi Gusti Nurul menari di hadapan Ratu Wilhelmina beserta jajarannya, sepekan sebelum pesta pernikahan Putri Julaiana. Uniknya, gendhing tersebut dimainkan di Keraton Mangkunegaran Solo, yang kemudian di-live-streaming-kan ke Belanda melalui radio Malabar.
Satu hal yang membuat Ullen Sentalu eksklusif adalah kita tidak diperbolehkan memotret koleksi yang ada di dalam museum. Kita hanya diperbolehkan berfoto-foto di luar area koleksi, seperti di lobby, area belakang yang ada relief miring, dan juga di resto Baukenhof.
Dengan segala keotentikan dan bagusnya manajemen, tidak heran jika museum ini pernah dinobatkan sebagai museum terbaik di Indonesia versi National Geographic.
1 Comment
makasih kak infonya