Salah satu cara untuk menikmati keindahan laut adalah dengan mendirikan tenda di pantainya. Dengan menginap semalaman di pantai kita bisa menikmati suara debur ombak dan kencangnya angin. Selain itu kita juga bisa menghemat ongkos daripada harus menyewa homestay.
Entah berapa banyak pantai berpasir putih di Pacitan yang lagi hits saat ini. Saat itu yang terlintas di benak kami adalah Klayar, Srau, dan Watukarung. Karena dari cerita teman yang dulu sudah pernah camping di pantai Klayar, kamipun memutuskan untuk ngecamp di Klayar saja.
Nyasar di Waduk Gajahmungkur, Wonogiri
Berbekal riset di Google Maps dan juga info dari saudara, kami memilih jalur Semarang – Salatiga – Boyolali – Klaten – Pracimantoro – Pacitan. Namun dalam perjalanan dari arah Boyolali ke Klaten malah kami berbelok ke arah Sukoharjo. Jadinya kami melewati Wonogiri, lalu setelahnya Pracimantoro. Karena “nyasar” di Wonogiri ini, kami terpikir untuk istirahat dan makan siang di area waduk Gajahmungkur, tempat kami dulu pernah camping di situ. Berada di bawah area take off Gantole Wonogiri.
Seperti biasa, di waduk tersebut selalu ramai oleh para pemancing ikan, non stop 24 jam. Semakin malam semakin banyak orang yang datang untuk memancing.
Setelah istirahat dan makan siang, perjalanan menuju Pantai Klayar pun berlanjut. Melewati hutan dan bukit kapur sepanjang jalan. Satu hal yang saya pikirkan dalam perjalanan Wonogiri ke Pacitan adalah, “Ini Pracimantoro kok nggak ada habisnya ya?” Haha.. Perasaan udah hampir dua jam perjalanan, masih Pracimantoro terus.. 😀
Singkat cerita kami telah sampai Jawa Timur dan memasuki jalan menuju pantai Klayar. Saat itu sedang ada pelebaran jalan yang memaksa kami untuk berjalan perlahan.
Gerimis di Pantai Klayar
Dan akhirnya pukul lima sore kami sampai di pantai Klayar disambut oleh hujan deras. Sambil menunggu hujan reda kami beristirahat di gazebo tepi pantai dekat warung. Untungnya tak lama kemudian hujan reda dan tenda sudah berdiri sebelum matahari terbenam.
O iya, area parkir untuk bermalam bisa di parkiran penginapan. Saya baru tahu kalau di sini ternyata ada penginapan. Toilet juga bisa memakai toilet umum milik penginapan.
Malam hari kami habiskan untuk beristirahat sambil ngopi dan bercengkerama. Tak lama kami pun tidur. Tidak nyenyak. Suara ombak gede banget! Sama seperti dulu ketika kami camping di pantai Pok Tunggal, Gunungkidul, Jogja.
Dan benar, air laut mulai pasang ketika tengah malam. Buru-buru saya menyeret tenda untuk mendekat ke warung.
Amaan…
Alunan Seruling Samudera
Pagi hari memang asik untuk jalan-jalan di pantai. Merasakan butiran pasir di kaki sambil mengejar kepiting yang larinya ngacir.
Berjalan ke arah timur, kita akan menemukan keindahan yang menjadi landmark di pantai ini, Seruling Samudera namanya. Jadi, Seruling Samudera ini adalah sebuah celah di bebatuan besar, ketika ada ombak maka ombak tersebut akan menghantam celah tersebut. Air pun memancar ke atas dan menghasilkan suara siulan seperti seruling.
Dari Seruling Samudera kita berbelok ke arah kiri menaiki bukit. Dari atas bukit ini kita bisa melihat luasnya Samudera Hindia. Dan Seruling Samudera terlihat mengeluarkan semburan-semburan airnya sambil meniupkan serulingnya.
Setelah puas menikmati view di atas bukit, kami kembali turun. Sekedar nongkrong di pinggir pantai sambil minum teh hangat yang kami beli di warung. Lagipula saat itu dari pagi sudah gerimis terus, jadi kurang asik main di pantainya. Sambil ngeteh kami juga makan mi goreng. Pukul sepuluh kami pun packing, dan akan segera melanjutkan perjalanan menuju ke Jogja.